Wednesday, April 15, 2015

Alasan bos Pertamina alami kerugian Rp 2,7 triliun dalam dua bulan

16 april 2015, di kutip dari laman: merdeka.com Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto angkat bicara terkait kerugian Pertamina yang mencapai USD 212,3 juta atau setara dengan Rp 2,7 triliun sepanjang Januari-Februari 2015. Menurut Dwi, penyebab kerugian Pertamina murni karena turunnya harga minyak dunia. Dwi menjelaskan, laba dari bisnis hulu perseroan mengalami kerugian jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. "Dari bisnis hulu mengalami penurunan laba dibandingkan periode sebelumnya, sejalan dengan penurunan harga minyak," kata Dwi seperti dikutip Antara, di Jakarta, Kamis (16/4). Menurut Dwi, periode Januari-Februari 2014 harga minyak mentah mencapai USD 105,9 per barel. Namun pada periode Januari-Februari 2015 harganya anjlok menjadi USD 49,8 per barel. Sedangkan pada bisnis hilir, penurunan yang tajam harga minyak dari akhir 2014 hingga awal 2015 menyebabkan nilai bahan baku yang diolah dan produk yang diimpor selalu lebih tinggi dibandingkan harga jualnya. Selain itu, penerapan harga jual bahan bakar minyak (BBM) penugasan dan PSO (public service obligation) atau BBM subsidi yang ditetapkan pemerintah, menurut Dwi, juga tidak selalu mengacu pada formula yang telah ditetapkan, tetapi juga mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat. "Dengan demikian, secara konsolidasi, perseroan masih mengalami kerugian karena laba bisnis hulu tidak dapat menopang kerugian pada bisnis hilir," katanya. Dia mengatakan harga jual produk dipengaruhi oleh variabel nilai tukar mata uang, harga pasar internasional dan biaya distribusi sehingga harga jualnya berfluktuasi. "Untuk penjualan produk dalam mata uang rupiah apabila terjadi pelemahan kurs akan berdampak pada penurunan pendapatan." Namun demikian, kerugian Pertamina sebesar Rp 2,7 triliun sepanjang Januari-Februari 2015 menurut Dwi tidak bisa menjadi patokan keseluruhan. Menurut dia, kerugian pada awal tahun itu akibat dari inventori (minyak) yang dibeli pada saat harga minyak dunia tengah melonjak yakni sekitar Oktober 2014. "Nah, ini sudah terpakai (inventorinya), posisi harga inventori juga sudah mulai turun, ini jadi potensi kami untuk memperbaiki kinerja di bulan-bulan ke depan," katanya. Dwi berharap, kerugian perseroan bisa berkurang di masa mendatang mengingat harga bursa minyak Singapura (Mean of Platts Singapore/MOPS) masih fluktuatif. Namun, dia memastikan pihaknya tidak akan begitu saja menaikkan harga BBM nonsubsidi untuk menutupi kerugian yang dialaminya. "Kami tidak bisa menaikkan begitu saja BBM nonsubsidi, karena kalau dinaikkan makan orang akan pindah ke BBM subsidi. Ini yang kami jaga, agar seimbang sehingga masyarakat tidak pindah (ke BBM subsidi)," tutupnya.

No comments:

Popular Posts

Disqus Shortname

Comments system