Ronggeng Dukuh Paruk merupakan novel karangan Ahmad Tohari, yang menceritakan tentang gadis penari ronggeng bernama srintil. dan diangkat menjadi cerita layar kaca yang di beri judul sang penari. Film ini dibidani oleh Ifa Ifansyah dan mendapat banyak penghargaan diantaranya, Sebagai Film terbaik FFI 2011, sutradara terbaik FFI 2011, pemeran utama wanita terbaik 2011.
Tentang Pengarang:
KEMARAU di kawasan Banyumas, Jawa Tengah, pada masa kini mungkin tidak lagi sedahsyat akibatnya
dibanding masa lalu, ketika hutan-hutan
jati di daerah Jatilawang mengering, tanah pecah-pecah, penduduk merana
kelaparan. Dulu, seperti ditunjukkan Ahmad Tohari (57), penulis yang pernah
menghasilkan novel Ronggeng Dukuh Paruk, hutan menyala menjadi korban kebakaran
akibat pertikaian politik yang menyusup sampai ke desa-desa pada masa sebelum
1965.
Ahmad Tohari dilahirkan di desa
Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Banyumas tanggal 13 Juni 1948. Pendidikan
formalnya hanya sampai SMAN II Purwokerto. Namun demikian beberapa fakultas seperti
ekonomi, sospol, dan kedokteran pernah dijelajahinya. Semuanya tak ada yang
ditekuninya. Ahmad Tohari
tidak pernah melepaskan diri dari
pengalaman hidup kedesaannya yang mewarnai seluruh karya sastranya.
Lewat trilogi Ronggeng Dukuh
Paruk (dua yang lainnya Lintang Kemukus Dinihari dan Jentera Bianglala),
ia telah mengangkat kehidupan
berikut cara pandang orang-orang dari lingkungan dekatnya ke pelataran
sastra Indonesia. Sesuai
tahun-tahun penerbitannya, karya Ahmad Tohari adalah Kubah (novel, 1980),
Ronggeng Dukuh Paruk (novel,
1982) Lintang Kemukus Dinihari (novel, 1984), Jentera Bianglala (novel,
1985), Di Kaki Bukit Cibalak
(novel, 1989), Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1990), Lingkar Tanah
Lingkar Air (novel, 1993),
Bekisar Merah (novel, 1993), Mas Mantri Gugat (kumpulan kolom, 1994).
Karya-karya Ahmad Tohari telah
diterbitkan dalam bahasa Jepang, Cina, Belanda dan Jerman. Edisi
bahasa Inggrisnya sedang
disiapkan penerbitannya.
Sinopsis:
Sepasang burung bangau melayang meniti angin berputar-putar tinggi di langit. Tanpa sekalipun mengepak sayap, mereka mengapung berjam-jam lamanya. Suaranya melengking seperti keluhan panjang.Air. Kedua unggas itu telah melayang beratus-ratus kilometer mencari genangan air. Telah lama mereka merindukan amparan lumpur tempat mereka mencari mangsa; katak, ikan, udang atau serangga air lainnya.
Namun kemarau belum usai. Ribuan hektar sawah yang mengelilingi Dukuh Paruk telah tujuh bulan kerontang. Sepasang burung bangau itu takkan menemukan genangan air meski hanya selebar telapak kaki. Sawah berubah menjadi padang kering berwarna kelabu. Segala jenis rumput, mati. Yang menjadi bercak-bercak hijau di sana-sini adalah kerokot, sajian alam bagi berbagai jenis belalang dan jangkrik. Tumbuhan jenis kaktus ini justru hanya muncul di sawah sewaktu kemarau berjaya.
Di bagian langit lain, seekor burung pipit sedang berusaha mempertahankan nyawanya. Dia terbang bagai batu lepas dari katapel sambil menjerit sejadi-jadinya. Di belakangnya, seekor alap-alap mengejar dengan kecepatan berlebih. Udara yang ditempuh kedua binatang ini membuat suara desau. Jerit pipit kecil itu terdengar ketika paruh alap-alap menggigit kepalanya. Bulu-bulu halus beterbangan. Pembunuhan terjadi diudara yang lengang, di atas Dukuh Paruk.
Baca Selengkapnya: Ronggeng Dukuh Paruk
No comments:
Post a Comment